Sabtu, 31 Desember 2016
Tidak Perlu Ada Catatan Akhir Tahun atau Resolusi Tahun Baru
Oleh : Abd. Latif Azzam (*)
Ketika memasuki penghujung 2016 ini atau menginjak tahun baru di 2017, mulai bermunculan tulisan atau media yang bertajuk "Kaleidoskop 2016 atau Resolusi 2017". Tulisan itu biasanya menampilkan kenangan selama setahun yang lalu atau harapan menyambut tahun baru. Seperti misalnya TV One yang memberitakan kenangan kriminalitas yang diraih Indonesia selama tahun 2016. Atau di Kompas TV yang juga menyajikan kenangan selama tahun 2016, dan semua media televisi yang seakan mengembalikan memori ingatan kita akan semua kejadian yang disorot media selama satu tahun yang telah berlalu. Sampai Koran Kompas pun edisi 31 Desember 2016 terpampang di sampul depan, "Semangat Sambut Tahun Baru".
Selain menyediakan harapan dan kenangan, tidak jarang yang menyajikan antrean panjang di tempat-tempat wisata di penghujung tahun ini, wajar, karena di akhir tahun ada hari natal yang berdekatan dengan tahun baru di kalender. Sehingga membuat perasaan seluruh manusia di jagat raya menjadi baru, atau memiliki semangat baru. Karena merasakan kemeriahan tahun baru itu, tak jarang yang meluapkannya dengan liburan baik bersama keluarga ataupun mantan. Padahal, sesungguhnya Liburan akhir tahun itu bukanlah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh manusia untuk menyambut tahun baru. Sama sekali tidak sama dengan kewajiban berpuasa bagi umat Islam
Perayaan tahun baru itu tentu sangatlah tidak penting, apalagi perayaanya dilakukan bersama pacar, ditempat sepi, di pojoan wisata atau pantai, bermesraan, atau bahkan dilanjutkan tidur bersama di hotel atau di kontrakan. Sungguh jika tahun baru seperti itu, maka saya juga sepakat tidak ada perayaan tahun baru. Perayaan tahun baru lagi lagi bukanlah sebuah kewajiban dan hal yang tidak penting. Kalau memang mau liburan, di hari-hari yang lain selama satu tahun lebih banyak kesempatan untuk berlibur. Tapi kenapa harus tahun baru. Apakah tidak sah liburan dihari yang lain yang jauh dari tahun baru. Memang, di akhir tahun ini cukup banyak tanggal merah dan kesempatan untuk berlibur, tetapi tidak menafikan bahwa di hari yang lain juga terdapat banyak kesempatan untuk berlibur, bahkan lebih lama dari kesempatan berlibur di awal tahun.
Masyarakat kita seringkali bermazhab "ikut-ikutan". Temannya liburan, ikutan liburan, temannya natalan, ikutan natalan, temannya mencuri, ikutan mencuri, temannya pacaran, malah gengsi tidak punya pacar, temannya nge-sex, juga ikutan nge-sex. Atasannya korupsi, bawaannya ikutan korupsi, tetangganya beli mobil, tak jarang yang harus berhutang untuk mengikuti tetangganya beli mobil. Yang lain berlibur, semuanya juga ikutan berlibur. Padahal sekali lagi liburan awal tahun itu tidak wajib dan bukan seperti sholat yang wajib dilakukan. Itu adalah dampak dari Masyarakat kita yang sudah positif bermazhab "ikut-ikutan".
Merayakan tahun baru bukanlah dengan meramaikan pantai dan tempat wisata. Tetapi jauh daripada itu, tahun baru haruslah menuai harapan untuk menjadi manusia lebih baik lagi. Walaupun harapan itu tidak harus menunggu tahun baru, setiap hari kita juga berhak memiliki harapan menjadi manusia lebih baik. Tidak perlu ada perayaan tahun baru, jikalau korupsi masih terus dilakukan. Tidak perlu ada perayaan tahun baru, jikalau kepedulian kepada sesama masih berkurang. Tidak perlu ada perayaan tahun baru, jikalau dosa-dosa tahun lalu masih dilanjutkan. Maka perlu sadar dan tahu diri untuk merubah perayaan tahun baru menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih produktif dan tidak selalu bermazhab "ikut-ikutan". Sehingga kalau perayaan tahun baru masih diisi dengan kegiatan yang kurang bermanfaat. Saya usulkan kepada para akademisi, penulis, kolumnis, pengamat media, dan praktisi pendidikan untuk tidak lagi membuat tulisan bertajuk "Kaleidoskop Akhir Tahun atau Resolusi Tahun Baru". Karena saya tidak tega ketika tulisan itu dijadikan kipas angin atau bungkus kacang kulit.
Komisariat IAIN Jember, 31/12
(*) Mahasiswa Tuhan
Jumat, 30 Desember 2016
Bejatnya Orang Soleh
Oleh : Abd. Latif Azzam
Kita tentu tak asing lagi dengan kalimat "Islam Rahmatan Lil Alamin". Kalimat itu menjelaskan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, tidak hanya manusia. Kalaupun berbeda tafsirannya mayoritas sepakat maknanya demikian. Kehadiran Islam sebagai pemberi rahmat membuat manusia menjadi peduli terhadap sesama. Islam mengajarkan untuk taat kepada tuhannya, menjalani perintah dan menjauhi larangannya. -saya tak cukup faham mengenai penggunaan huruf besar untuk kalimat yang dirujukkan kepada Allah. Bukankah suatu penghormatan tidak diukur dari kapital tidaknya sebuah huruf-.
Dalam Islam orang yang taat beragama dan setia menjalani perintah tuhannya disebut sebagai orang Soleh. Secara harfiah kata Soleh adalah isim fail dari kata Solaha yang bermakna baik. Sehingga kalau dilihat secara arti harfiahnya orang soleh adalah orang yang selalu melakukan kebaikan, menolong terhadap saudaranya yang membutuhkan, mengasihi rakyat miskin, memberi makan orang yang lapar, rajin solat, puasa tidak pernah putus, apabila berkata dia jujur, menjaga amanah yang diberikan, tidak suka membicarakan orang lain, selalu menunduk meskipun cerdas dan pintar, dan yang lain sifat-sifat baik yang sesuai dengan arti kata soleh. Tetapi apakah benar orang-orang soleh memiliki sifat-sifat diatas ?
Kenyataannya banyak orang yang berlindung dibalik kata Soleh. Kesolehan yang dimiliki hanya terletak di kopyah, sorban, baju koko, dan sarung-sarung bermerk tinggi. Karena dengan menampilkan kesolehan lewat baju koko dan kopyah hitamnya, dia akan kelihatan soleh dihadapan semua orang, walaupun orang lain tidak tahu sebenarnya apa yang telah dia lakukan ketika tidak sedang berkopyah dan berbaju koko. Orang soleh juga terkadang bisa disebut sebagai soleh egoistik. Dia soleh sendiri, tapi tidak bisa bekerja kepada orang lain dengan kesolehannya.
Banyak orang soleh yang rajin solat dan puasa. Sampai jidatnya hitam seperti biksu di film Sunggokong. Sampai sorbannya jatuh berserakan, sampai sajadahnya dibuat alas tidur karena saking seringnya solat. Tapi dia tidak pernah melihat saudaranya yang kelaparan, jangankan membeli sorban, membeli sepiring nasi saja tak mampu. Dia juga tidak pernah tahu bahwa pemimpinnya sedang Dzolim, dia tidak pernah tahu kalau sanak familinya terkena musibah. Bagaimana dia akan tahu, lah wong kerjaannya cuma bisa solat dan cuma menghitamkan jidat. Dia hanya akan bangga hati ketika disebut sebagai orang soleh. Soleh yang tiada manfaat.
Orang soleh juga sering kita temukan pada saat solat jumat, betapa banyaknya orang soleh di masjid saat itu. Cukup bermodal kopyah dan sorban sebelum berangkat ke masjid, dia cukup berbesar hati apabila ada yang menyebutnya soleh. Padahal, ketika tidak sedang berkopyah dan berbaju koko, dia tidak tahu malu melakukan dosa kepada tuhannya. Saya tidak bisa menyebut macam-macam dosa yang dilakukan, tetapi sebesar apapun dosa yang diperbuat yang tidak diketahui orang lain, dia cukup berjalan dengan baju koko dan kopyah hitamnya, lalu hilanglah dosa-dosa itu dan dengan mudahnya orang akan menganggapnya soleh.
Orang soleh juga sering kita temukan di beberapa pengajian di masyarakat. Banyak orang soleh saat itu yang pintar beretorika. Masyarakat yang tidak pernah tau beretorika dibuat terkagum-kagum oleh orang soleh. Dia lantang mengatakan, "perbanyaklah solat, sedekah jangan putus, kalau kalian mengikuti perintah tuhan kalian Sorga jaminannya kelak diakhirat". Dengan mudahnya orang soleh tadi memperjual belikan Sorga kepada saudaranya. Padahal setelah disamperin ke rumahnya bahwa ada masjid dan jalan yang perlu diperbaiki. Dengan mudahnya dia berkilah untuk tidak menyumbang sepeserpun. Tapi dia akan tetap disebut soleh, karena kopyahnya tak pernah lepas.
Orang Soleh juga sering ditemukan di parlemen dan lembaga negara lainnya. Nah, kalau ini saya tidak perlu sebutkan kedoknya. Masyarakat sudah banyak yang tahu seberapa besar dia korupsinya. Nyatanya orang tetap menganggapnya soleh ketika reses ke daerah-daerah terpencil. Betapa bejatnya orang soleh, dan sudah keluar dari arti harfiahnya. Lalu orang soleh seperti apalagi yang ada di sekitar kita, yang hanya berlindung pada kopyah dan baju koko atau sarung bermerk tnggi ?
Rayon Ushuluddin, 30/12. 01:39
Kamis, 29 Desember 2016
Saya Bangga Skripsi Saya Belum Selesai
Oleh : Abd. Latif Azzam
Di penghujung tahun 2016 ini rasanya saya memasuki dunia dan alam yang berbeda. Awalnya bermula tatkala saya sedang melamun di warung makan. Lalu ada sekumpulan mahasiswi yang rada tua semester nya dan bukan wajahnya sedang ngobrol asyik tentang kelulusan dan skripsi nya. Walaupun saya tidak mengikuti obrolannya, tetapi mendengar mereka ngobrol, seketika berkecamuk rasa dalam diri saya dan seketika saya teringat skripsi saya yang belum tahu nasibnya seperti apa. Apalagi ditengah obrolannya terselip kalimat undangan pernikah dan preweding. Tambah berkecamuklah perasaan saya waktu itu.
Saya hanya bisa mendengar mereka ngobrol. Sembari menanyakan kepada diri saya, kapan saya mau skripsi, kapan saya lulus, dan kapan saya bisa ngobrol foto preweding se asyik yang mereka obrolkan. Saya hanya bisa bermenung beginilah nasib mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa yang sudah menginjak semester tujuh keatas, apalagi yang semester belasan, tentu tak seindah dulu saat pertama masuk kampus. Walaupun jika ada mahasiswa yang sudah semester 7,9,10,11,12, dst. Kelihatan bahagia, sering ngopi dan diskusi, atau bahkan sering ngetrip layaknya maba. Sungguh didalam hatinya tersimpan penderitaan yang bertubi-tubi. Layaknya penyakit kronis macam HIV yang tidak akan pernah bisa disembuhkan kecuali telah selesai skripsi nya.
Penderitaan mahasiswa tingkat akhir ini tidak hanya sampai disitu, mereka harus rela berdiam diri di kosan atau di kontrakannya karena kalau mau main ke kampus merasa tidak pantas. Raut wajah yang sudah cukup menua sangat mudah dilihat oleh adek-adeknya. Apalagi ketika ditanya "kakak ngapain di kampus ?" pertanyaan yang membuat dia merasa asing di keramaian. Mereka hanya bisa nongkrong di warung kopi, itupun kalau ada yang mau menemani. Karena raut wajah yang menua itu membuat adek-adeknya merasa sungkan untuk menemani ngopi. Habislah kehidupan mahasiswa semester tua yang cobaan skripsinya tak kunjung reda.
Akhirnya dia memutuskan untuk menggarap skripsinya. Tau-tau masa kontrakan dan kosan habis. Uang gak punya, skripsi belum kelar, laptop digadaikan, akhirnya dia mencari penampilan dengan mengajak adek-adeknya yang amboi dengan berkedok kajian diskusi. Tapi saya sendiri yang juga mengalami nasib sama, berbangga hati karena skripsi saya belum selesai. Saya tak perlu repot mencari pekerjaan karena saya masih menyandang status mahasiswa. Walaupun di KTP tidak ada aturan status itu harus satu profesi. Saya bisa lebih banyak mencari pengalaman baru di dalam atau di luar kampus. Dan saya bisa lebih banyak belajar bersabar dan lapang dada ketika dicecali pertanyaan mengenai skripsi dan resepsi.
Menurut imam azzarnuji dalam kitab taklim mutaallim, bahwa kita tidak akan mendapatkan suatu ilmu kecuali telah memenuhi enam syarat. Nah, diantara yang enam itu adalah "tuuluz zaman" yaitu panjang zamannya. Semakin lama mencari ilmu semakin banyak ilmu yang didapat, semakin lama tidak garap skripsi semakin banyak pertanyaan yang didapat. Begitulah tafsir mahasiswa tingkat akhir. Tetapi ketika dilihat lagi qoul imam tersebut ada benarnya juga. Karena kalau mahasiswa yang cepat lulus, mereka akan cepat kehilangan idealisme nya. Kehidupan di masyarakat yang cukup pragmatis apalagi kalau lulusnya langsung nikah, maka waktunya akan lebih banyak dibuang memikirkan hidup anak dan istrinya. Bersyukurlah mahasiswa yang belum lulus termasuk saya karena masih bisa menikmati indahnya berfilsafat lewat kajian ilmiah di kampus.
Mahasiswa yang cepat lulus, akan menanggung beban gelar yang dimilikinya. Maka berbahagialah mahasiswa yang belum lulus termasuk saya karena tidak perlu repot menjawab pertanyaan dari keluarga atau mertua "kamu kerja apa setelah sarjana nak". Sehingga pertanyaan itu mungkin lebih berat dari pertanyaan teman-teman seangkatan. Mahasiswa yang cepat lulus akan memikirkan uang kuliah yang cukup tinggi, sedangkan mahasiswa yang belum lulus hanya memikirkan uang ngopi dan kencan bareng dengan dede nya. Semoga saya dan kalian yang masih belum lulus, mendapat hikmah dan ma'unah dari Allah swt. Walaupun sebenarnya lulus dengan cepat itu lebih baik. Lebih baik apapun alasannya.
Warung Bambu : 29/12. 12:23
Rabu, 28 Desember 2016
Istri Solihah dengan Istri Bloon itu Beda Tipis
Oleh : Abd Latif Azzam
Ini bermula dari kisahnya nabi Ibrahim yang beristri dua yaitu Siti Hajar dan Siti Sarah. Ibrahim ini salah satu tokoh idola para Gus dan kepala desa yang melamar dua wanita sekaligus. Jabatannya sebagai gus, kepala desa, -atau siapapun karena dua orang itu yang sering saya temukan beristri dua- menjadikannya percaya diri baik dari nafkah lahir maupun batin.
Setelah Ibrahim menikah beberapa tahun dengan Sarah tetapi belum juga dikaruniai anak, akhirnya Sarah menyuruh Ibrahim untuk mempersunting Hajar yang tak lain adalah budak Sarah. Indahnya pengorbanan Sarah yang karena demi menjaga keutuhan keluarga, dia rela menyuruh suaminya kawin lagi. Ah, ruginya cewek-cewek sekarang yang tak berkesempatan meniru Sarah. Jangankan kawin, pacarnya saja secara diam-diam boncengan dengan wanita lain sudah jangan harap bisa balik lagi. "Pilih dia atau aku" kalimat itu menjadikan hidup serba hitam putih. Malangnya si pria yang tidak bisa melirik yang lebih amboy lagi. Kecuali bagi orang-orang yang pengalaman Loby-loby cantik dengan seniornya di ruang-ruang konsolidasi, atau diatas meja pembimbing skripsi.
Lanjut cerita, akhirnya Hajar melahirkan anak yang bernama Ismail. Si Sarah pun mulai cemburu dan Ibrahim kesulitan untuk menyatukan kedua Istrinya dalam satu rumah. Lalu Ibrahim membawa pergi Hajar dan Ismail ke Padang pasir yang tandus, tak ada air dan hijaunya daun. Tak selang beberapa lama, Ibrahim meninggal kan Hajar dan Ismail. Si Hajar akhirnya harus menanggung beratnya hidup bersama anaknya di belantara Padang dengan kesendirian. Akhirnya Ismail kehausan. Hajar mencari Air ke bukit sofa. Tak ada disana lalu ke bukit Marwah. Tak ada disana kembali lagi ke sofa. Kalau cewek sekarang tentu tak sebodoh dan tak se bloon Hajar dulu, dia akan mencari tempat yang berbeda dan tidak akan mendatangi tempat yang sudah terbukti tidak menyediakan air. Tetapi tidak dengan hajar, pada akhirnya Ismail mengeluarkan air dari hentakan kakinya. Berbahagialah Hajar, dan sangat bahagia.
Kemanakah Ibrahim disaat Hajar menderita bersama Ismail ?? Dia dengan mesranya bercumbu dengan Siti Sarah. Perempuan yang tidak bisa memberinya anak, tetapi karena terus dipaksa akhirnya Sarah juga melahirkan anak yang bernama Ishaq. Sedangkan Hajar luntang-luntung bersama Ismail. Eh, tau-tau setelah enak dengan Sarah dan anaknya Ishaq, Ismail mendatangi Hajar dengan niat membunuh Ismail. "Elu gak tahu diri ya Him, udah susah payah gue ditinggal sendirian, susah payah merawat Ismail sampai harus mendaki gunung menyeberangi lautan, eh.. Tau-tau lu Dateng mau ngebunuh anak gue. Jancuk Kon Him, gua bunuh bau tau rasa lu" mungkin kata-kata itu yang keluar bagi cewek sekarang yang mengalami nasib sama dengan Hajar. Sungguh Bloon bener si Hajar, eh.. Bukannya melarang Ibrahim justru memerintahnya untuk membunuh Ismail. Saya tak habis pikir ketika dede-dede cantik Maba di kampus diperlukan demikian oleh buaya yang berkedok senior.
Wajar jika banyak mahasiswa lapuk yang masih betah di kampus. Ternyata selain karena alasan aktivis, mereka menunggu datangnya dede-dede baru dengan harum semerbak parfum tatkala ospek sedang berlangsung. Dengan menyandang senior dia mulai beraksi dengan modus-modus kelas kakap. Dede Maba pun klepek-klepek, dan pacarnya yang semester tujuh mulai gigit jari, menangis tersedu-sedu, Parfumnya kalah harum dengan dede-dede Maba walaupun merk dan warnanya sama. Hati-hati dede-dede Maba ya, seniormu memiliki segudang cara untuk mendapatkan mu.
Pelajaran kisah Siti Hajar yang Solihah walaupun rada bloon perlu ditiru oleh dede-dede yang serius dengan cacak seniornya. Tetapi jika cacak seniornya menghilangkan aroma parfum dede-dede Maba dengan mencari Dede baru yang lebih amboy, kayaknya tidak harus meniru Siti Hajar. Perlu kiranya dede-dede dibekali materi "Trik menggunakan celurit Madura" untuk bekal persiapan mencincang habis cacak-cacak senior nya.
Rayon Ushuluddin, 28/12. 17:08
Selasa, 27 Desember 2016
Catatan Reflektif pergeseran nilai di PMII
Pergeseran nilai yang terjadi di internal PMII mulai dirasakan dan secara tidak sadar diakui oleh sebagian besar anggota PMII. Kehilangan rasa cinta untuk membuka lembar-lembar buku pengetahuan sudah semakin merambat kepada seluruh kader. Kekeringan nalar agar tetap kritis terhadap keadaan bukan lagi menjadi bagian penting untuk diwaspadai. Pengayaan kajian melalui diskusi-diskusi non formal mulai memudar seiring pudarnya pesona wajah mantan bagi mahasiswa yang sengaja memperpanjang barisan para mantan dan seketika merasa bangga ketika teman-temannya mengecap playboy atas perbuatan bodohnya.
Hilangnya perbuatan-perbuatan ideologis dan produktif oleh anggota PMII berjalan seiring dengan semakin murahnya handphone ber-mega pixel tinggi. Mereka lebih bangga ber-selfie dengan buku-buku mereka di warung kopi dari pada menghatamkan satu buku dalam kesendirian nya. Semakin maraknya warung yang menyediakan WiFi tanpa batas disadari atau tidak telah mengubah kehidupan dan peradaban intelektual di internal PMII. Walaupun kalau dilihat dari sisi ekonomi sangat membantu dalam mengentaskan kemiskinan yang menjadi harapan oleh seluruh lapisan masyarakat. Ketidakmampuan nya mengendalikan dan memanfaatkan fasilitas di warung itu telah mengubah tradisi intelektual yang seharusnya tetap terpatri di benak anggota PMII bagi mereka yang masih merasa menjadi kader yang akan bertransformasi menjadi lebih baik.
PMII sebagai komunitas ideologis yang berbasis kaum tradisionalis-radikal, harus mampu menjawab tantangan-tantangan zaman atas sekian banyak problematika masyarakat. Beban moral yang diemban oleh anggota PMII tidak hanya dimanifestasikan saat kegiatan-kegiatan formal berlangsung, dan bukan dengan mapannya jas biru dan kopyah yang dipakai. Amanah yang diembankan PMII harus selalu direfleksikan dengan penguatan basis keilmuan, perubahan-perubahan sosial, perlawanan atas segala bentuk penindasan, dan pembelaan kepada rakyat yang lemah dari kuatnya serangan politik penguasa.
Kenyataannya, banyak anggota PMII yang hanya bangga tatkala menyandang status Anggota tanpa ada perubahan yang dilakukan. Tempat ngopi yang sering mereka singgahi sudah keluar dari khittoh yang sebenarnya. Bukan menjadi tempat untuk diskusi dan transformasi nilai pengetahuan, tetapi justru mereka bungkam dan diam merdeka dengan gadget di tangannya. Kehilangan teman di meja yang sama dan menghabiskan waktu dengan sia-sia ternyata sudah menjadi kesadaran bersama.
Pergeseran selanjutnya terjadi ketika di PMII semakin sulit membedakan antara kepentingan ideologis dengan kepentingan politik, antara kaderisasi intelektual dengan kaderisasi hormonal, dan benturan antara kajian intelektual produktif dengan kajian perselangkangan transformatif. Hal itu membuat PMII semakin buta terhadap penyikapan isu-isu gerakan sosial. Eksploitasi pertambangan, kepedulian kepada persoalan lingkungan, pengawalan terhadap kebijakan pemerintah, pengadvokasian kepada masyarakat buta huruf, pendampingan anak-anak jalanan, kepedulian terhadap masyarakat yang tertimpa bencana alam, dan aksi sosial membawa suara dan harapan rakyat kecil mulai tenggelam di tengah selangkangan pacar dan selirnya. Konflik percintaan lebih sering ditemukan daripada konflik gagasan ideologis, dan mengikuti saluran BBM lebih sering dilakukan daripada mengikuti berita dan isu-isu nasional saat ini.
PR bagi penyandang anggota yang berideologi kan Ahlussunah wal Jamaah masih banyak dan menumpuk di depan mata. Selain persoalan agama dan NKRI, gerakan PMII haruslah masif di berbagai sudut persoalan bangsa. Jika tradisi-tradisi dan budaya yang dilakukan masih banyak yang menghilangkan nalar kritis dari sekedar baca-tulis, tentu ini bagian dari refleksi organisasi yang harus sama-sama diperbaiki mulai dari struktur ke kultur dan dari senior ke junior.
Persoalan dan anomali gerakan PMII ini haruslah segera diatasi. Mengabdi dan berproses di PMII karena semata-mata ingin melakukan transformasi sosial bukan kepentingan politik belaka. Belajar dan mengkader di PMII murni karena ingin mencerdaskan anak bangsa, bukan mempersunting anak bangsa, atau mempermainkan putri-putri bangsa. Mengaji di PMII karena semata-mata ingin mentradisikan budaya baca tulis, bukan untuk like dan share foto-foto romantis. Dan semoga PMII mampu mencetak kader-kader yang bisa membawa perubahan lebih baik bagi bangsa dan negara serta selalu menyebarkan benih-benih Aswaja ditengah peliknya politik atas nama agama yang akan mengancam keutuhan bangsa.
Rayon Ushuluddin, 28/12. 03:40.Azz
Kenapa harus ada SKS ??? Kenapa harus ada Sistem DO untuk mahasiswa??
Oleh : M. Fiqih Samsul S,Ag
Napak tilas sejarah pra orde reformasi. Di bawah kepemimpinan soeharto. Ada satu hal yg berefek dari kediktatorannya yang masih bersangkutan dengan atmosfer kampus.
Mahasiswa yg mulya dan idealis pada saat itu, mengecamkan sifat humanis pada otaknya, bola matax tersketsa masyarakat yg menjerit, menangis, dan merintih kesakitan. Kakinya melangkah untuk membebaskan dari sifat tuhan-tuhan yang bejat (sok mahakuasa), mengeksploitasi, mendiskriminasi, menghegemoni dengan intelektual tanpa moralitas, mendominasi kekuatan dalam pijakan kemufakatannya.
Sebab itulah, mahsiswa acuh akan kasus elitis, dan terarah menjadi populis.
Sangat mulya sekali bukan..???
Itulah tugas mahasiswa idealnya, selain duduk di ruangan suntuk yang membosankan untuk menimbah pengetahuan. Ehhhhhh,,, entah otak biadab dari soeharto menulis itu sebagai Batu sandungan di ke pemerintahannya.. Pergelutan mahasiswa yg ikut dalam mensejahterakan sosial, mengadili belenggu horizontal, baginya; itu tindakan yg bodoh, over, memotong, memenjarakan otak seksi soeharto yang bergerilya, dan akan mengacaukan visi dan misinya.
Hahaha,,,, dia tertawa dalam kesengsaraan, ketakuatan, kebingungan, ada *hantu dalam egonya*.....heroik sekali bukan, melihat dia gemetar akan tindakan mahasiswa yg tersurat di benaknya....
Namun perbincangan ini tak usai di ujung rambut, takdirnya merembet ke permukaan kampus, kebijakan yg berkonspirasi dengan aparatur Negara, menciptakan tangan besi yang menkerangkeng gerakan yang lincah dari mahasiswa di permukaan sosial. Lahirlah dalil dalil konstitusi yg baku, menuntut dengan halus mahasiswa dengan kebijakan legal formal yg membabi buta, membuang jauh di lautan lepas nilai empati dan simpatisan mahasiswa terhadap masyarakat, terhempas jauh, terkubur dalam lempeng" daratan.. Lautan pertanyaan?? Lautan jawaban?? Melahirkan penafsiran bebas.!!!
Apa maksud di adakannya SKS, yg katanya agar mahasiswa fokus kuliah??
Apa maksudnya di adakannya sistem DO untuk mahasiswa yg terlalu nyaman bercinta dengan dosen/peduli lingkungan, samapai 7 tahun.??? Silahkan tafsiri sendiri bagi kalian yg membaca, !!!! Masihka sistem itu mulya di atas mulyanya *khoirunnas anfaahum linnas*..??
Sahaya hanya bisa mendoakan, otak mu masih Cinta akan humanisasi..
Itulah akibatnya pada saat ini yg menjadikan kemulyaan cintanya mahasiswa kepada SKS, sayangnya mahasiswa yg caper kepada dosen demi pragmatisme nilai, rajinnya mahasiswa bercumbu dengan dosen agar lulus cepat, tepat waktu, bukan waktu yg tepat.!!! Semangatnya meneliti demi skripsi terbaik, ntah memang wajar atau kebetulan, atau bahkan paksaan...!!!
Sabda mahasiswa kekinian #keidealisan itu bila patuh dan peduli kuliah, bukan peduli kesejahteraan_____autis sosial lebih penting dari pada autis perkuliahan kultural.
Napak tilas sejarah pra orde reformasi. Di bawah kepemimpinan soeharto. Ada satu hal yg berefek dari kediktatorannya yang masih bersangkutan dengan atmosfer kampus.
Mahasiswa yg mulya dan idealis pada saat itu, mengecamkan sifat humanis pada otaknya, bola matax tersketsa masyarakat yg menjerit, menangis, dan merintih kesakitan. Kakinya melangkah untuk membebaskan dari sifat tuhan-tuhan yang bejat (sok mahakuasa), mengeksploitasi, mendiskriminasi, menghegemoni dengan intelektual tanpa moralitas, mendominasi kekuatan dalam pijakan kemufakatannya.
Sebab itulah, mahsiswa acuh akan kasus elitis, dan terarah menjadi populis.
Sangat mulya sekali bukan..???
Itulah tugas mahasiswa idealnya, selain duduk di ruangan suntuk yang membosankan untuk menimbah pengetahuan. Ehhhhhh,,, entah otak biadab dari soeharto menulis itu sebagai Batu sandungan di ke pemerintahannya.. Pergelutan mahasiswa yg ikut dalam mensejahterakan sosial, mengadili belenggu horizontal, baginya; itu tindakan yg bodoh, over, memotong, memenjarakan otak seksi soeharto yang bergerilya, dan akan mengacaukan visi dan misinya.
Hahaha,,,, dia tertawa dalam kesengsaraan, ketakuatan, kebingungan, ada *hantu dalam egonya*.....heroik sekali bukan, melihat dia gemetar akan tindakan mahasiswa yg tersurat di benaknya....
Namun perbincangan ini tak usai di ujung rambut, takdirnya merembet ke permukaan kampus, kebijakan yg berkonspirasi dengan aparatur Negara, menciptakan tangan besi yang menkerangkeng gerakan yang lincah dari mahasiswa di permukaan sosial. Lahirlah dalil dalil konstitusi yg baku, menuntut dengan halus mahasiswa dengan kebijakan legal formal yg membabi buta, membuang jauh di lautan lepas nilai empati dan simpatisan mahasiswa terhadap masyarakat, terhempas jauh, terkubur dalam lempeng" daratan.. Lautan pertanyaan?? Lautan jawaban?? Melahirkan penafsiran bebas.!!!
Apa maksud di adakannya SKS, yg katanya agar mahasiswa fokus kuliah??
Apa maksudnya di adakannya sistem DO untuk mahasiswa yg terlalu nyaman bercinta dengan dosen/peduli lingkungan, samapai 7 tahun.??? Silahkan tafsiri sendiri bagi kalian yg membaca, !!!! Masihka sistem itu mulya di atas mulyanya *khoirunnas anfaahum linnas*..??
Sahaya hanya bisa mendoakan, otak mu masih Cinta akan humanisasi..
Itulah akibatnya pada saat ini yg menjadikan kemulyaan cintanya mahasiswa kepada SKS, sayangnya mahasiswa yg caper kepada dosen demi pragmatisme nilai, rajinnya mahasiswa bercumbu dengan dosen agar lulus cepat, tepat waktu, bukan waktu yg tepat.!!! Semangatnya meneliti demi skripsi terbaik, ntah memang wajar atau kebetulan, atau bahkan paksaan...!!!
Sabda mahasiswa kekinian #keidealisan itu bila patuh dan peduli kuliah, bukan peduli kesejahteraan_____autis sosial lebih penting dari pada autis perkuliahan kultural.
Selasa, 20 Desember 2016
PROFESI BARU SANG DEWAN
“Katanya, dewan pun bisa jadi guru. Betul sekali, itu sangat bisa..!!! tapi, profesinya guru kok rasanya seperti sales rokok, selalu mempromosikan sesuatu..? (hikayat_jalan yang sesat dari sang dewan/sang dewan di jalan yang sesat)”
Teringat pribahasa madura yang arif dan bijaksana “jhelenna jeleni, lakona lakoni”, redaksinya menuntun kita agar tepat dalam melangkah dan tidak ketamakan dalam mengambil peran, sehingga arah kedholiman berada jauh 100 KM dari sikap kita. Sangat signifikan sekali dalam memilih pola sikap dalam melangkah yang linier dengan potensi dan profesinya. Bagi mandor, sangat goblok sekali melihat kuli bangunan yang mengatur dan memerintah antar pekerja, sebab itu tugas mandor. Bagi arsitektur, bila melihat mandor mendesain dan mengkonstruk bangunan, khalayak kehidupan air yang mendiam diri di atas daun tales. Sebab profesi mandor hanya memproduksi/mereproduksi aneka perlengkapan yang dibutuhkan dalam membentuk bangunan. Bila terjadi demikian, mungkin si arsitek menggerutkan dahi sembari berkata; “siapa ellohhhh..??”.
sudah sekian juta fenomena yang miris terjadi di depan mata kita, banyak orang kolot yang sok pintar dan sok cendikiawan. sudah sekian banyak bibit-bibit prematur yang mengakar dan berambisi bersinggah di podium tertinggi, padahal sosoknya tak pasti layak menyandang posisinya. Sudah seribu mubaligh yang bijaksana, dan pijakannya tak serupa dengan ucapannya. Bangsawan menjadi kejih, priyayi yang berpolotisasi, PNS yang turut menjadi tim sukses, para dewan dan guru menjadi sales dengan upaya berkoar-koar mempromosikan produksi lembaganya dengan melirik keburukan lembaga orang lain. Tipu daya macam apa ini..!!!. Itulah kedholiman yang terjadi, tanpa kita sadari telah berkeliling di sekitar kita. Tergelar tindak tanduk dari profesi manusia yang keluar batas “over lap”.
Semua insiden itu, telah menjadi sampel yang mengajak saya untuk mendongeng kejadian serupa dalam kampusku. Tempat belajar yang menarik untuk di ceritakan menjadi dongen dongeng pengantar tidur. Terkadang saya menghayal tentang sesuatu di kampus, andai bisa berandai-andai..!!! bila kedholiman dan kepincangan tidak terjadi di kampus saya, mungkin dongeng saya, menjadi dongeng bersejarah bagi kampus-kampus yang lain. Tapi, semua ini hanyalah bayang-banyang semo saja, hanya bisa di poles menjadi fiksi belaka yang relative penuh dengan sekenario buta. Mengapa demikian..???, silahkan anda cermati rekayasa yang dimainkan oleh dosen-dosen yang hobi melakukan komesialisasi pendidikan, dengan tuntutan untuk membeli suatu karya bila ingin lulus matakuliahnya, murahan sekali dosen yang seperti ini..!!!, mungkin, terlalu banyak ide-ide cemerlang untuk di jadikan metode pembelajaran yang baik. Tapi, pola ini tidak bisa menjamin mahasiswa benar-benar membaca karya itu secara tuntas. Dan bagi mahasiswa, sistem ini menjadikan dirinya berkata jujur akan keburukannya, dia berkata jujur terhadap orang tuanya, bahwa anakmu ingin membeli buku ibu..!!!, namun, buku itu hanya di jadikan musium sejarah yang di pajang dalam alemari miliknya, agar supaya, kelak setelah menjadi ayah, dia bisa berdongeng kepada buah hatinya di malam hari, yang terbaring di pangkuannya dan mengelus kepalanya, sembari berkata, “nak,..,.ayah tidak mau anakku memiliki cita-cita menjadi dosen. Karna, dosen ayah dulu mengajarkan ayah berbohong kepada kakekmu”.
Terkadang, sekecil apapun hiruk pikuk yang terjdi. Mahasiswa cendrung acuh tak acuh menaggapinya, tanpa meilihat Penyakit ini akan membengkak, sehingga kita kewalahan mencari penawarnya. Virus yang dialami kampus akan merembet kebagian yang lain, dan akan menggrogoti citra baik kampus secara perlahan, halus, mulus, pelan, sampai kita enggan mengaku rumah kita sendiri. Perlahan mahasiswa akan dihantui kegelisahan, keambiguan, kemuakan, melihat keholiman-kedholiman yang serupa, semacam penyalah gunaan peran sebagai dosen menjadi aktor lain, bak roda yang berjalan mundur untuk mengejar tujuannya di depan. Bila dosen idealnya mengajar mata kuliah, di IAIN Jember, kutemukan dosen rasa sales, yang selalu mempromosikan produk lembaganya dan melirik keburukan lembaga orang lain. Yaaaaaahhhhhhh, tak jauh beda dengan sales rokok yang berkoar-koar kepada konsumen dan berkata”lebih terasa ini nikamatnya mas”.
Entah benarkah ini salah faham, atau faham ku yang salah. namun tak hanya kepalaku saja yang menyaksikan kejanggalan ini, maka niscaya bagi kalian yang tak percaya tatkala ingin menelisiknya kembali, siap-siap termangap-mangap dan menganggukkan kepala sembari berkata (hikayat ini membuatku malu melihat penampilan sitopeng di panggung nyata dan aku ingin berteriak ”tidak-tidak, itu tidakmungkin beliau” akal ku dilanda kenafian, kekecewaan, keambiguan, kejadian ini menjadi antidot yang akan membuatku selalu skeptis dari mulut-mulut yang sok manis, dan penampilan-penampilan si sorban yang sok suci dan berwibawa.).
Pertama ku temui dia, ku anggap beliau seorang yang alim, shaleh, dan bijak sana. Kepercayaan ku bertambah dengan ketundukan para kerabatku, dan para pimpinan yang menghadiakan jabatan tinggi untuknya, dia menjadi ”dewan kampus - waww hebat”, entah, memang layakkah atau di sebabkan oleh sebab-sebab yang lain.!!! Beliau juga sekaligus guruku yang selalu memotifasi anak didiknya. Dari langkahnya ketika berjalan, beraroma wibawa, khalayak pangeran antasari yang datang menarik perhatian, mengundang jumawa dan membuat prajurit yang bersinggah di emper kelas berdiri seketika. Seakan-akan ada ikatan mistis saja. Sering beliau bertutur, “bagi kalian yang tidak kerasan di fakultas ini, sebenarnya kalian tersesat di jalan yang benar” sangat indah bukan,... ? lantas redaksi itu menggelitik fikiran saya, sahaya pun berfikir; ketika sahaya tersesat di jalan yang benar, saya rasa mustahil perkataan itu menganggap salah yang lainnya, lantaran kecongka’an akalku di tutupi oleh keindahan yang di milikinya.
Muarah kasih terpancar sinar diwajahnya, merdu suaranya membisik telinga berupa kalam-kalam yang menuntun ke arah kebenaran, seolah olah dia sosok nabi yang berkeliaran di sekitar kita. Penyaksian ini sering di dapat oleh mahasiswa di bangku perkuliahan. Dia dewan ku, dia guruku, dialah sosok yang berprofesi menjadi dosen, namanya mewarnai atmosfer kampus. Namun, tak jarang sifat kelalapan dalam berperan beliau over lap, tak sepantasnya beliau lakukan. Suatu ketika, pertama aku mengikuti perkuliahannya, sekilas mata menatap, orang ini shaleh, alim, berkarismatik, dengan gaya peci hitam yang tertungku di atas jidad, dan menyisakan sebagian helayan rambut dikepalanya, cara melangkahnya penuh filosofi ketawaddu’an dan kesopanan yang tinggi. Saat itu aku berkata, taksalah beliau diangkat menjadi guru dari mahasiswa, dosen yang bertipekal yang tegas, lantang, samapai menarik perhatian mahsiswa. Aku, yang berdiam di pojok kelas, fokus mendengarkan dengan tangan yang memangku dagu,mataku menyoroti wajahnya dan terpaku diam menatap kebi’an bibirnya yang sangat teliti dalam mendikti para mahasiwa. Dalam mengajar, ilmu yang di sampaikan tertata rapi, intonasi, artikulasinya jelas. Para siswa termanagap, tersebar virus-virus cendikianya dalam organ tubuh, pori-pori berjoget ria, darah mengalir deras, tubuh yang malas menjadi semangat dan fress seketika, mahasiswa terhipnotis, beliau seperti nabi yang bersabda di atas mimbar, yang di simak para sahabat-sahabat nabi.
Di tengah perkuliahan terdengar statment janggal yang terucap. Seketika itu pula waktu serasa terdiam, ungkapannya membuatku enggan mengikuti perkuliahan ini lagi, menyulap, meniadakan pujian pujian ku ke padanya sepanjang perjumpaanku dengannya, tak ada lagi kewibawaan dalam dirinya, kuhapus bersih sucinya kalam itu seusai dia melintas keluar dari profesi dewan dan dosen. Ku kata, Ini bukan perkuliahan lagi, kelas ini seperti toko tempat para seles mempromosikan barang jualannya, dan mendiskriminasikan oknum yang lainnya. Semacam mata kuliah semi-semi komersial, apa maksudnya berucap lembaga ini baik, dengan membenarkan sistem yang di sajikannya, dan sistem yang tak serupa di kebiri ini dan itu. bulsyit bukan..?? apakah itu salah satu dari bagian bahan mata kulia,,,?? Atau merupakan tuntutan barometer dari kompetensi dasar matakuiahnya. Hanya profesor tolol bila merumuskan silabus yang demikian.
Terkadang langkah konyol tak terkontrol, namun itu kelalaian yang hanya beberapa kali terjadi dan tak akan terulang lagi, bila berkali-kali bukanlah ketidak sengajaan, tapi kebiasaan yang mendarah daging, tak nyaman bila tak dilakukan. Membiasakan dan istikomah dalam beraktifitas yang sesuai tuntutan profesinya memang sulit di rasa. Tapi berusaha menuntun dan menjadi tontonan bagi dirinya dan khalayak keramiaan yang berpijak sesuai ucapannya, sangat sulit di cerna oleh kita, sebab akal yang terkonstruk baik dengan bungkus materil yang mulya, mendikti arti dan definisi baik untuk dirinya. berbeda dengan wacana para kaum intlek yang berkata ” kalok katanya ke katanya, saya juga bisa katanya ke katanya”. Kata teman ku dia alim, dan teman ku kata temannya pun demikian. Benar alimkah dia bagi kita..??? bila tidak, kau katakan pada temanmu agar temanmu berkata; bagi temanku, katanya dia tidak demikian, kau telah menyesatkan kita dengan membeberkan kebenaran yang salah darinya.
Satu pesan dariku untuknya “jhelenna jheleni, lakona lakoni_sebab, Pribahasa itu mjadi sampel yang telah mendikti, menuntun, dan mengajari kita untuk menghindar dari sifat kelalapan”
Kalian Tak Terima, Ku Kata..??
Kutunggu karyamu...!!!
Ku Tunggu Tanggapanmu.!!!
(M.FSA).
Selasa, 08 November 2016
Puting Beliung melanda Desa Kudikan Kab. Lamongan
Lamongan,08/11/2016.Bencana Alam Puting Beliung melanda Desa Kudikan yang mengakibatkan puluhan rumah porak poranda karena Angin kencang yang datang bersamaan dengan hujan lebat, peristiwa itu terjadi sangat tidak diduga oleh warga desa karena sebelumnya cuacanya sangat terik.
Amiril Ahya (20) menuturkan "angin yang datang sangat cepat menghempaskan rumah saya sehingga belum sempat mengevakuaisi barang-barang berharga".
Kronologi musibah ini berawal dari pukul 13.11 mulai hujan yang disertai angin lebat tidak diduga angin tersebut merobohkan beberapa rumah beruntung tidak ada korban jiwa akan tapi binatang ternak yang berada di kandang terluka ringan akibat reruntuhan kayu yang menimpanya, kerugian ditaksir mencapai 100 juta rupiah.
Amiril seorang saksi menambahkan "pemerintah kabupaten dan pihak BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan pihak terkait seyogianya berkenan meringankan beban warga yang terkena bencana". Mrf
Langganan:
Postingan (Atom)