Senin, 21 Agustus 2017
Gadis
Wahai gadis pengembala Toga. Kilau matamu terangi gelapnya goa, gerakmu yang mengarungi waktu.
Datanglah kemari puaskan rindu.
Aku ingin mesramu di atas perahu, berlayar puas di laut lepas.
Menyanyilah malam ini, hingga esok mentari melihat kau menari.
Menjelang sore, lihatlah kedaratan, terdapat manusia berjejer, menatap penuh iri, melihat kita bersanding dengan mentari.
21 aguatus 2017
(V)
Minggu, 20 Agustus 2017
Ragu
Manusia menjadi-jadi
Merangkul merekam tanpa arti
Dunia semakin gila tapi cinta tak ada
Kasih sayang tak ada
Gedung-gedung tinggi yang katanya prmbangunan, tapi rakyat miskin kelaparan dan mati
Jembatan semakin lebar, katanya biar banyak menampung kendaraan, tapi pondasinya cepat roboh, runtuh sebab polusi.
Gudang-gudang menjulang,
katanya biar tak ngimport produk luar negeri tapi bibit-bibit padi mati sebab hujan yang diciptakan mendungnya.
_-_
Minggu, 13 Agustus 2017
Fenomena latahisme sosial
Oleh : Zaed Khan
Istilah “Latah” adalah kata yang berasal dari serapan bahasa jawa yang di konvesikan menjadi bahasa indonesia. Menurut KBBI arti latah yakni seseorang yang menderita penyakit syaraf dengan suka meniru-niru perbuatan atau ucapan orang lain. Istilah ini sering dikonotasikan pada orang –orang yang bersikap maupun berucap secara spontanitas terhadap suatu gerakan maupun suara yang bersifat mengagetkan di luar dirinya. Sehingga aksi fisik maupun verbal yang ia lakukan tidak berasaskan pada kesadaran kritis atau kehendak matang melainkan kesadaran magic atau gila.
Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan arus hegemoni media massa istilah latah juga bertrasformasi menjadi sebuah penyakit akut yang tidak lagi menyerang individu melainkan menghipnotis publik (berjamaah) untuk berlatah-lahan. Fenomena latahisme sosial adalah istilah yang saya pakai untuk merefleksikan sikap latah publik terhadap suatu peristiwa yang sedang trend atau booming baik dalam skala lokal, nasional bahkan internasional. Ketika hari Valentine maka banyak masyarakat akan berlipstik mempersolek diri menjadi seolahg romantis romantis, hari santri menjadi santri meski bajingan dsb. Di Indonesia bulan Agustus, tepatnya 17 agustus adalah hari yang identik dengan hari kemenangan kaum pribumi melawan kolonialisme dan penjajahan barat selama kurang lebih 5 Abad yang ditandai dengan takluknya kerajaan malaka di semenanjung barat Nusantara. Dimana dahulu Nusantara ibarat gadis yang hilang keperawanannya lantaran ketagihan di perkosa bergilir oleh laki-laki mesum portugis-spayol-inggris-belanda dan jepang. Dan mulai sadar bahwa keperawanan (Kemerdekaan/kehormatan) adalah hal vital yang di wajib dibebaskan dari pasung penjajahan. Maka 17 agustus 1945 dirayakan sebagai hari kemerdekaan bangsa kita Indonesia.
Pada bulan ini maka sikap responsifitas masyarakat akan terpantik dalam pribadinya yang berolah wujud menjadi latah dengan bersikap seolah Nasionalis-patriotik atau Hubb Wathon. Dimana-mana akan kita jumpai atribut-atribut kebangsaan yang di pajang di berbagai tempat dan seminar-konfrensi-perayaan- akan di gelar sedemikian meriah meski murah sebagai manifestasi dari hari besar nasional itu. Adapun paska memasuki bulan september bahkan sehari setelah 17 agustus banyak diantaranya akan sibuk atau lupa pada saripati nilai refleksi nasionalisme-patriotik atau Hubb Wathon. Maksudnya bahwa kita kerap kali melakukan tindakan responsif -reaksioner terhadap sebuah peristiwa di masa lampau atau masa kini baik itu hari-hari besar yang berbasis pada kenegaraan maupun keagamaan. Sehingga tindakan yang kita lakukan banyak yang kemudian bermuara pada kesementaraan/ hangat-hangat tai ayam. Tanpa ada the next expressions menurut porsi dan fungsi tiap indvidu-indivu yang memiliki ekpektasi dalam pengejawantahan nilai dari contoh peristiwa diatas.
Maka dari itu, Pengejawantahan dari nilai Hubb Wahton, Nasionalisme, Patriotisme di bulan Agustus adalah dengan membebaskan persoalan-persoalan yang sedang melanda negeri ini sesuai denganporsi dan fungsi masing-masing. Kita tau bahwa akhir-akhir ini beragam elemen disibukan soal Permendikbud Nomer 23 tahun 2017 tentang Full Day School (FDS) yang merugikan ratusan ribu lembaga sekolah Diniyyah atau atau tentang Perppu no. 2 tahun 2017 tentang pembubaran ormas, yang dinilai rezim Jokowi telah berlaku represif atau persoalan eksploitasi Sumberdaya alam (SDA) dan persoalan kemiskinan, supremasi hukum, dsb yang menjadi tugas bersama sebagai bukti dari nasionalisme. Sehingga nilai spirit di bulan agustus akan tetap konsisten tertanam disanubari untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai konsekuensi. Demikian pun di hari-hari besar lainnya perlu konsistensi pengejawantahan nilai yang diusung. Karena setiap hari-hari besar memuat spirit nilai yang seharusnya di amalkan secara berkelanjutan dalam konteks frame konstruktif progresif.
Tapi ya Syukur lah saya ucapkan apabila latahisme sosial yang terjadi berputar pada persoalan urusan diatas. Bagaimana jika latahisme sosial yang berbasis tidak penting, imoral dan irasional yang kerap kali di lempar media massa terhadap publik sebagai bentuk dari propaganda dan urusan bisnis selera konsumen. Seperti Fenomena Despacito, goyang ngebor inul, telolet, Chat pornografi Firza Husein, goyang cesar, norman kamaru. Mau jadi apa bangsa kita ?
Langganan:
Postingan (Atom)