Minggu, 16 Juli 2017

Evolusi Kebenaran: Telaah Episteme Michel Faucault


Oleh : Arif Prastyo
Galileo pernah berujar bahwa begitu mudah untuk memahami kebenaran tetapi sangatlah sukar untuk mencarinya. Kebenaran telah menjadi perkara yg tidak boleh tidak haruslah diperjuangkan digapai direngkuh hingga kebenaran tersebut mampu dimonopoli oleh satu pihak, akibatnya pihak yang berhasil merumuskan kebenaran akan menjadikan nya sebagai sebuah legitimasi segala hal yg di inginkan, sampai disini erosi agama, kemanusiaan, sosial merajalela. Hal yg tertepikan adalah hak keadilan bagi seorang yg tidak kuasa untuk mencari kebenaran. Perlu ditanyakan bagaimana mungkin bisa dikatakan sebagai yg benar jika tanpa nilai. Sangatlah pantas bila sebuah kebenaran harus di kambinghitamkan karena keberadaan nya hanya menjadi parasit tak terbantahkan. Sejarah manusia sebenarnya disamping perebutan tahta kuasa dan material dunia juga saling berebut untuk memonopoli kebenaran.

Semuanya akan berusaha menuju seobjektif sebenar mungkin tetapi cobalah seandainya bertanya. Bagaimana kalau salah? Memangnya ketika harus salah kenapa?  ketika ini salah apakah itu benar?. Sebuah keberanian untuk bersalah salah sejatinya lebih lah bernilai dan berharga daripada kebenaran yg instan tanpa pernah menjalani kesalahan. Dg mendapatkan kebenaran orang akan diam tiadalah dia mencari yg lebih benar terus hingga merangkak naik tangga kebenaran. Yg perlu disadari bagaimana mungkin yg nisbi mencapai yg mutlak.

Untuk membongkar sebuah selubung kebenaran haruslah dilawan dg kebenaran pula.  Kebaikan melawan kebaikan dan kejahatan melawan kejahatan akan menjadi sandiwara yg teramat mengesankan.

Untuk mendekonstruksi sebuah kebenaran bisalah salah satunya dg mengecek ulang kebenaran tersebut apakah sudah usang dan tidak perlu diperbarui ataukah masih segar untuk ditumbuh suburkan. Terkadang dapat ditemukan kebenaran yg diproduksi entah berapa abad yg lampau dan dipakai pada zaman nya masih harus dipakai dg legitimasi masa lalu. Tiadalah benar bilamana tetap digunakan tanpa membaca realita kekinian. Karena sistem pemikiran pasti dipengaruhi oleh sebuah zaman dimana seorang hidup. Ini yg oleh gadamer sebagai teori keterpengaruhan.

Al mukarrom michel foucault seorang epistemologi berhaluan kiri memperkenalkan terminologi episteme yg mempunyai arti sebuah totalitas yg menyatukan dalam arti mengendalikan cara kita memandang dan memahami tanpa kita sadari. Atau lebih ringkasnya bahwa sebuah zaman mempunyai sistem pemikiran atau lapisan dalam memproduksi pemikiran nya masing2. Yg mana seandainya hasil pemikiran suatu zaman yg dianggap benar tersebut di terapkan pada zaman yg berbeda bisa jadi keliru karena konteks tiadalah sama.

Contoh yg sangat nyata adalah Ibn Taimiyah dg pemikiran nya yg diadopsi oleh kelompok keagamaan yg cendrung radikal serta mempunyai kesan bermilitan tinggi lebih2 terhadap non muslim ialah disebabkan masa kehidupan nya tatkala umat islam dan baghdad ibu kota bani abbasiyah digempur luluhlantakan oleh tentara mongol. Jadi wajar jika beliau mengkonstruk pemikiran nya seperti itu,yaitu kebencian nya terhadap non muslim mencapai klimaks. Pada bangsa yg damai tiada sengketa dan pertentangan antara umat lintas agama maka pemikiran syaikhul islam tersebut tidak lagi relevan atau bisa dikatakan berbahaya.
Tetapi tidaklah semuanya harus direkonstruksi atau di dekonstruksi ada sebagian yg sifat nya dogmatis tidak bisa diganggu gugat seperti masalah ajaran dan ritual keagamaan yg ditentukan dg pasti seperti jumlah rokaat sholat. Adalah bisa berubah semisal berkaitan dengan interaksi sosial dan perpolitikan yg bersifat keduniaan dan terbatas didunia saja.

#bertanya pada jalan
#brandal lokajaya