Oleh : Zaed Khan
Lihai dan cekatan dalam pertarungan di medan perang adalah ciri khas dari hanoman dan laksmana. Demikian pun pasukan kera dan lutung yang terlatih membuat wadya kabur kalang kabut berhamburan menembus setiap jengkal becek darah untuk menyelamatkan diri. Hanoman yang mampu bertriwikrama menjulang sebesar gunung setinggi langit menghempaskan ribuan wadya dalam sekali tebasan saja. Berbeda dengan hanoman, berbekal panah dan senjata para dewa yang di hadiahkan oleh para brahma sewaktu di pembuangan, laksmana dengan mudah melebur hancurkan pertahanan yang di bangun patih-patih kerajaan alengka sekuat apa pun. Sehingga keduanya menjadi biang dari runtuhnya sifat keperkasaan para prajurit Alengka dan aneh nya mereka banyak memilih untuk kabur menyeberangi sungai yang di huni buaya sebesar balok kayu yang telah bersemayam ratusan tahun atau mereka mencabut pedangnya sendiri kemudian menikam ke ulu hati mereka masing-masing saking dari ketakutan yang di ciptakan Laksmana dan hanoman.
Tiba-tiba sahaja bumi Alengka bergetar terhuyung kesana kemari tanpa ada sebab yang jelas. Pasukan lutung dan kera bersahutan saling bertanya apakah gerangan yang sedang terjadi ? Mengapa tanah ini seolah-olah sedang gempa. Peperangan yang sedang berkecamuk seketika itu juga berhenti seraya berpisah wadya dan kera mengamati tingkah laku bumi yang bergetar tak karuan. Laksmana dan hanoman bertatap mata sambil memberi isyarat untuk menyelidiki siapa yang memiliki kekuatan besar seperti ini yang mampu meruntuhkan bumi. Hanoman terbang melayang ke angkasa menatap setiap penjuru dan ia pun mendapati ratusan ribu wadya yang berbadan tiga kali lipat dari pada wadya yang ia hadapi saat ini. Mereka besorak dan menghentakan kaki sekuat-kuatnya sambil memikul tandu seorang wadya yang berbalut kain putih duduk dengan tenang.
"Siapa wadya yang ditandu itu". Sejenak hanoman berfikir.
"Mungkin ia adalah patih yang dikirim oleh rahwana membantu pasukan wadya yang sedang berperang. Ia terlihat sangat tenang dan tak tampak sekali walau sebesar zarrah rasa getir di matanya". Hanoman lalu turun ke muka bumi untuk melaporkan pasukan bantuan yang dikirim oleh rahwana kepada medan perang kepada laksmana. Ia juga menambahkan bahwa pasukan wadya yang di bawanya jauh lebih besar dari pada wadya biasanya dan mereka bersenjatakan lengkap. Menanggapi khabar itu, laksmana memerintahkan pasukan kera dan lutung agar membentuk formasi pertahanan untuk mengangtisipasi kemungkinan terburuk.
Para wadya meloncat girang melihat di balik gunung mengepul debu berhamburan dan keringat khas wadya yang tercium walau dari jarak ribuan kaki tanda pasukan susulan sudah datang untuk menyudahi peperangan di medan laga. Mereka dengan sendirinya membentuk barisan berpetak-petak menunggu menunggu komando tertinggi tiba. Laksmana tak mau kalah dengan sikap para wadya itu juga menunjukan kemahiran baris berbaris tentaranya maka di perintahkan kera dan tutung itu membetuk segi tiga untuk mengimbangi mental musuhnya yang sudah naik. Laksmana berlari kencang ke tenda Rama untuk mengabarkan pasukan bantuan musuh yang telah tiba. Sedang rama yang sudah lama berada di dalam tenda telah mengeluarkan panah saktinya tertanda musuh yang sebenarnya telah tiba.
Angin menembus dahan-dahan pepohonan dan melambai kencang menyapa dedaunan. Pasukan wadya yang sudah berbaris rapi menunggu pasukan utama telah bergabung membentuk barisan yang kokoh. Selagi tandu di pikul kumbakarna tersenyum melihat ratusan ribu pasukan lutung dan kera yang sudah memporak porandakan negeri tercintamya alengka.
"Aku kumbakarna terpaksa bangun dari tidur lantaran kalian membuat banyak keributan di negeri ini dan hari ini aku ingin segera menyelesaikan huru-hara permainan kecil ini". Sambil memberi aba-aba kepada pasukan untuk menyerang.
"Baiklah kita akhiri, legenda wadya penghancur kahyangan berada di depan pelupuk mata kalian semua. Tibggal kita lihat siapa yang akan bertahan". Kumbakarna menatik nafas dalam-dalam lalu berteriak.
"Serang !!! Serang !!! Serang !!! ".
Perang berkecamuk kembali anatara wadya dan kera beserta lutung. Namun pada kali ini wadya berada diatas angin berkat pasukan kumbakarna yang kuat. Hampir separuh dari pasukan rama mati bergelimpangan berkat pukilan dan senjata aneh dari para wadya. Hanoman dan laksmana segera menghindar dari perang dan berlari menuju tenda Rama untuk mengabarkan kejadian ini.
"Kakak ku Rama, sepertinya legenda alengka tu benar bahwa terdapat wadya yang sangat kuat yang dapat menghancurkan bahkan kahyangan. Separuh dari pasukan kita telah mati dibinasakan mereka. Kurasa kakak rama harus segera turun tangan". Ungkap laksmana tergesa-gesa setelah sampai di tenda rama.
"adik, kamu ingat kalau saya pernah menanam pohon kehidupan di gunung di dekat istana sugriwa. Itu adalah pohon yang memiliki manfaat menghidupkan kembali yang mati. Utuslah hanoman untuk mengambil pohon itu dan membawanya kemari lalu usapkan daun, atau rantingnya kepada pasukan kita yabg telah gugur. Niscaya mereka akan bangkit kembali dengan kekuatan yang lebih hebat dari pada pasukan penggempur kahyangan itu". Tugas Rama dengan kesan yang teramat sangat meyakinkan.
Mendengar perbincangan itu tanpa perlu di minta hanoman terbang secepat kilat mencabut pohon yang dimaksud rama. Bahkah rama sempat tersenyum dengan kelakuan sahabatnya ini lantaran sikapnya yang mengagumkan. Setelah menemukannya hanoman membawanya ke tengah medan dan memrintahkan kepada pasukannya yang masih hidup untuk mengusap daun maupun ranting kepada mayat narada (kera dan lutung) yang tewas. Akhirnya kejadian unik pun terjadi sebagaimana sabda jelmaan dewa wisnu itu. Semua narada yang tewas tiba-tiba saja bangkit mengamuk kesana-kemari hingga wadya-wadya kumbakarna mendapat perlawanan sengit. Laksmana dan hanoman kembali bersemangat untuk meraih jumlah sebanyak-banyaknya nyawa yang melayang oleh pusaka masing-masing. Dari atas tandu kumbakarna melihat peristiwa kebangkitan narada dengan kemampuan berkali lipat membuatnya cemas. Ia teringat kembali pada i'tikad awal peperangannya hanya untuk menantang Rama untuk duel satu lawan satu tanpa harus ada pertumpahan darah lagi di kedua pihak. Ia mencabut pedangnya dan menebas narada dengan mudahnya meski ia tau akan bangkit kembali berkat pohon sakti yang di tebar hanoman.
"Hay... sekalian pasukan ku, pulanglah kalian dari medan terkutuk ini. Sudah cukup pengorbanan darah dan air mata terus mengalir dari setiap jengkal warga Alengka. Aku putuskan biarlah saya yang akan menghadapi Rama langsung". Menyadari seruan ini para wadya tak banyak tanya langsung merapatkan barisannya di belakang Kumbakarna. Berikut pula narada kembali ke barisan belakang dari hanoman dan laksmana.
"Hay.. kau anak muda. Aku memuji kejantanan mu hingga sampai saat ini nyawa mu tetap di pangkuan dadamu dan teman kera mu itu aku lihat dia mampu bertriwikrama namun itu hal mudah untuk aku hancurkan?". Tegas dengan suara yang lantang kepada hanoman dan laksmana.
"kalian berdua panggil Rama, aku hanya bernafsu menghadapinya sahaja, sudah tak perlu engkau jumawa dengan panah dewa yang kau genggam itu karna aku sudah biasa menghancurkan kahyangan".
Nafas hanoman naik turun mendengar ungkapan itu, ia langsung bertriwikrama merubahnya menjadi setinggi langit dan menyerang kumbakarna yang sedang mengumpat. Namun Secepat kilat kumbakarna terbang tinggi memukulkan tangan nya hingga kemudian hanoman terpuruk jatuh mengkerut mengcil kembali. Laksmana memangku sahabatnya dan kemudian memerintahkan kepada sugriwa agar segera mengabarkan kepada Rama tentang Kumbakarna.
"Sudah lah anak muda, aku tidak ingin menyakiti orang lemah. Yang aku hadapi hanyan orang yang dianggap sebanding kesaktiannya sepertiku. Bawa pulang jera itu dan suruh ia berlatif seribu tahun untuk dapat mengalahkan ku".
Wibisana sedari awal yang bergabung bersama pasukan rama meski ia adalah adik rahwana dan kumbakarna akhirnya muncul Kepermukaan diman ia memantau gerak gerik kakak nya yang mencoba menghentikan perang. Wibisana tau bahwa kumbakarna bukan orang sembarangan, namun dibalik itu kumbakarna memiliki watak brahma yang patuh pada sang hidup. Entah mengapa Kumbakarna hari ini berubah total tidak seperti biasanya mengatakan salah sebagai sebuah kesalahan dan benar sebagai sebuah kebenaran.
"Kakak kumbakarna". Wibisana memanggil dari arah kanan sambil mendekat.
"Adik, lama sudah kita tidak bertemu. Bagaimana khabar mu semenjak kau meninggalkan Alengka ?". Sahut kumbakarna
"Aku tidak meminggalkan alengka, namun sebaliknya aku hendak menyelamatkan nama agung kerajaan alengka di kemudian hari". Sambil tersenyum wibisana melihat kumbakarna mengenyitkan dahinya.
"Pertama, sebagaimana yang telah diajarkan oleh sri wisrama ayah kita bahwa kebenaran akan melangit tinggi mengalahkan apa saja yang bertolak belakang. aku yakin kali ini Rama berada di pihak yang benar dan aku tetap mendukungnya meski harus kerajaan alengka sendiri yang harus aku korbankan. Kedua, kita sudah tau bahwa Rama adalah jelmaan dewa wisnu, asal dari segala yang ada. Asanya mendapat restu dari yang hidup dan aku percaya. Ketiga kakak, akubyakin rama mampu membumi hanguskan alengka dan dengan cara aku bergabung bersama rama aku dapat menyelamatkan nama agung kerajaan alengka di yang tidak sepenuhnya mendukung kebatilan. Karna dimasa akan datang hikayat akan berbeda, generasi akan datang akan menjuliki kita sebagai bangsa tak beradab". Tegas singkat wibisana.
"Engkau memang yang terbaik diantara saudara-saudara mu sendiri adik ku wibisana. Aku menegerti yang kau lakukan itu benar dan aku sejatinya telah merestui mu. Pikiran mu jauh melampaui bahkan zaman mu sendiri, melampaui kakak mu ini dan kakak mu rahwana yang biadab. Tapi kau harus mengerti aku juga memiliki alasan mengapa aku turut berlaga di medan perang ini. Aku tidak membela kebatilan seperti yang kau sebutkan tapi aku membela tanah, air, udara, buah dan makanan serta kedamaian kerajaan Alengka. Aku tau bahwa akunakan binasa di hadapan jelmaan dewa wisnu. Aku tau bahwa kekuatan ku tidak seberapa menandingi kesaktian rama. Tapi sekali lagi aku membela air Alengka yang telah aku minum setiap hari, membela tanahbyang aku injak setiap hari, membela udara yang aku bergas swtiap hari, membela makanan yang aku lahap setiap hari, membela kehormatan dan kedamaian kerjaan alengka yang sudah tersebar ke seantero jagat. Dan kamu harus memahami pendek pikiran kakak mu ini". Air mata Kumbakarna keluar dari peraduannya. Pecah tangis keduanya membuat aneh suasana perang yang biasanya menakutkan. Mereka saling berpelukan tahu akan akhir dari tindak tanduk satu sama lain.
"Wibisana, aku bangga memiliki adik se bijaksana diri mu. Maafkan aku atas kebodohan kakak mu ini. Ungkap Kumbakarna.
Tiba-tiba saja ada panah menancap tepat di dahi kumbakarna. Panah yang sudah tak asing lagi yakni panah dewa wisnu yang di lepas landaskan oleh Rama dari kejauhan. Kumbakarna tersungkur jatuh diatas bahu adiknya, wibisana. Tangis wibisana semangkin pecah karena kakaknya harus mati di dekapannya sendiri.