Oleh : Zaed Khan
Perbincangan kakak beradik Kumbakarna dan rahwana terasa alot di dukung khabar mata-mata tentang kekalahan telak jutaan pasukan Wadya (raksasa) oleh kera & lutung sebagai pasukan Rama. Kumbakarna bersikukuh dengan pendapatnya yang menyatakan jikalau rahwana pada porsi ini sedang di rundung kebutaan pada kebajikan. Kesalahan adalah tetap kesalahan dan kebajikan akan tetap berada diatas angin.
"Kakak, maafkan saya tidak mau ikut andil dalam perang ini. Darah dan daging saya telah menyatu dengan sabda mutiara ayahanda sri wisrama. Saya bukan tidak mampu untuk melawan rama bahkan panah dewa wisnu aku mampu membendumgnya, namun apalah daya, saya lebih membebek pada nurani ku sendiri sebagai wadah suci tak tersentuh niat bejat dan kehendak buruk sekalipun". Ujar dengan lantang Kumbakarna di pelupuk mata rahwana sambil lalu berbalik meninggalkan istana kerajaan Alengka yang sudah mulai runtuh kewibawaannya.
"Hai kau biadab". Rahwana mengupat sekenanya". "Lupakah kamu bahwa kerajaan Alengka yang memeberimu singgasana nyaman tempat kau dihormati dan disegani penduduk bumi ? Lupakah kamu bahwa bumi alengka yang memberi mu makanan dan minuman serta buah buahan lezat ? Lupakah kamu bahwa udara Alengka yang membuatmu tetap bernafas sampai hari ini ? Lupakah kamu bahwa ayah ibu yang membesarkan mu, mendidik mu memanah, berkuda, berperang dan bersiasat dan kau tega singgasananya dihancurkan oleh kera dan lutung itu ? Kemanakah arah nurani mu menentukan ? Berkobar bara api kemarahan rahwana melihat adiknya yang masih tak menggubris perkataannya. Ia menatap kumbakarna yang kian lama kian mengecil hilang ditelan laju kereta kudanya yang gagah.
Nyanyian kaki kuda yang berlari kencang seketika lenyap mengambil nafas tertanda kumbakarna telah sampai keistana nya. Ia turun dari kereta kebesaran kerjaaan Alengka serta menanggalkan kain sutra di dbadannya dan kemudian masuk melihat-melihat lukisan indah di dinding-dinding sambil lalu di sambut oleh istri semata wayang.
"Kemana anak-anak kita bepergian istriku ? Sudahkah kau memberitakan kedatangan ku kemari ?".
"Suami ku, semasa kau tidur berbulan bulan lamanya anak-anak kita sudah di didik berbeperang, siasat dan sastra hingga mereka menjadi pemuda yang kuat dan bersemangat". Diiringi derai airmata air mata mengalir deras.
Kumbakarna terperenjat melihat istrinya yang tiba-tiba menangis tersedu-sedu. melihat peristiwa ini kumbakarna bertanya sambil memeluk istrinya dengan lembut.
"Ada apa istri ku ? Kumbakarna sudah ada pada dekapan mu, ayo katakan pada ku. Ada apa dengan anak-anak kita, apa mereka sekarang mulai degil dan tak mau menurutimu lagi ? Ayo katakan pada suami mu ini".
'"Suami ku Kumbakarna, anak-anak kita telah mati di medan perang lantaran dipaksa berperang oleh kakak mu Rahwana untuk melawan pasukan rama. Sebagai ibu aku tidak terima anak-anak kita mati di bunuh kera dan lutung tak beradap itu meskipun perang kali ini berkat watak bejat rahwana yang menculik shinta. Perasaan ku tersayat di mengetahui mereka mati sedang jasadnya tak ditemukan hingga kini. Hanya kau suamiku yang ku punya tempat peraduan melabuhkan gelisah, saya sudah tidak sanggup menanggung derita ini".
Kumbakarna melepaskan dekapan istrinya dan mengusap deras air mata yang mengalir dari bola mata indah istrinya. Sedang merah padam mata kumbakrna tak dapat disembunyikan lagi dan nafas yang naik turun tak beraturan tanda geramnya memuncak. Kumbakrna mengecup kening istrinya mencoba menjadi penawar duka yang dialami dan memerintahkan para dayang-dayang kerajaan untuk mengambilkan baju kebesarannya serta peralatan lengkap perang. Disis lain ia teringat umpatan rahwana tentang tindak tanduk Kerajaan Alengka yang membesarkannya.
"Istri ku tercinta, restu mu menentukan ku dalam kemenangan. Aku kumbakarna tidak gerima perlakuan kera dan lutung biadab itu pada anak-anak kita. Mungkin sekarang saatnya sejata terampuh pemberian dewa syiwa dimuka bumi ini akan kupergunakan untuk kedua kalinya".
"Jangan suamiku, Rama adalah jelmaan dewa Wisnu dan apa segala apa yng diperbuatnya dibenarkan oleh Yang Hidup. Tidak perlu kau memerangi mereka , ini ulah Rahwana yang telah memaksa anak-anak kita".
Sebagaimana kebiasaanya, pabila Kumbakarna telah berucap serapah maka pantang untuk di jilat kembali. Ia bertekad untuk berperang menantang Rama. Setelah ia mengumpulkan pasukan yang melegenda di muka bumi ia berangkat diiringi sorak sorai ratusan ribu prajuritnya. Mendengar khabar keberangkatan kumbakarna kemedan perang rahwana melonjak riang gembira karna orang tersakti telah turun gunung untuk menyudahi perang. Sedang di perbatasan kota terekam bola tumpukan Wadya sebagai pasukan kerajaan Alengka yang mati mengenaskan oleh kekuatan tangguh laksmana-sugriwa-hanoman.